Beberapa hari terakhir Sabri merasakan sakit di matanya, terasa mengganjal dan tidak nyaman. Teringatlah Sabri akan pesan dokter untuk segera memeriksakan mata ke eye center, sesegera mungkin. Minus Sabri sudah tinggi, 8, tetapi dia tetap memakai kacamata ukuran minus 6. Ketika ditanya kenapa ga dikoreksi ukurannya, dengan tertawa Sabri menjawab "Biar ga berat, di pikiran sama di ongkos".
Karena rasa tidak nyaman di matanya semakin hari semakin bertambah, Sabri terpikir juga untuk mengikuti saran dokter, meski masih maju mundur milih dokternya. Sudah delapan tahun Sabri tidak pergi ke dokter mata, bukan karena ongkos tapi karena merasa kesal setiap kali diperiksa dokter mata.
Ini lho yang bikin Sabri kesal
Sudah berat, ribet dan ga nyaman banget kalo di tes pake ini. Bolak balik dokter akan bertanya dengan mengganti lensanya
" gimana, terang ga? jelas mana sama yang tadi? yang ini kabur ga?"
Sabri yang memang tidak terlalu peka cuma bisa iya iya saja.
Karena tidak juga bisa melihat Sabri kemudian berteriak memanggil suaminya. "Papa papa. Mataku pa. Mataku Pa. Aku ga bisa ngelihat Pa" Suara Sabri sudah mengisak
"Apa Ma? tengah malem kok teriak-teriak?"
"Mataku pa, ga bisa lihat apa apa. Aku butaa, huwaaaa."
"Hush, jangan ngawur, ini mati lampu" jawab suami Sabri